Raja Erlangga

Menelusuri Jejak Peninggalan Raja Erlangga dan Kisah Calonarang Versi Kediri


Arca Thotok Kerot Sebagai Bukti Kisah Calonarang itu Nyata
Babad Calonarang semasa pemerintahan Raja Erlangga dari Daha, Kediri, justru
lebih populer di Bali. Kendati kisah tersebut telah mengalami banyak
improvisasi, namun cerita Calonarang tak pernah lekang oleh waktu. Bagaimana
kisah aslinya di Kediri?

ANOM SUARDANA, Kediri
----

SELAMA lima hari merekam perayaan Galungan umat Hindu di Kecamatan Kandangan,
Kediri, wartawan Koran ini sempat pula menelusuri peninggalan Kerajaan Daha
(Kediri) semasa pemerintahan Raja Erlangga serta menelusuri kisah mistis
Calonarang.

Mendapat petunjuk dari Kasi Seni Budaya Kantor Pariwisata Kediri, Suradi, koran
ini kemudian melakukan perjalanan menelusuri daerah yang diduga menjadi pusat
pemerintahan Erlangga pada tahun 1.100. Koran ini pertama masuk ke Desa Gayam.
Di desa yang asri itu terdapat situs Sukorejo dan arca Tothok Kerot. Sedangkan
di Desa Sukorejo Kecamatan Gurah terdapat Petilasan Calonarang. Petilasan ini
erat kaitannya dengan kisah Calonarang yang sangat populer di Bali. Ceritanya
pun sangat mirip.

"Kisah Calonarang itu memang benar-benar terjadi di Kediri dan dibawa ke Bali.
Makanya kisahnya tidak jauh beda, mungkin ada beberapa perbedaan dan itu hanya
sebagai improvisasi saja. Tetapi intinya tetap sama," jelas Saudi, salah
seorang tokoh umat Hindu di Kandangan, Kediri.

Hal yang sama diungkapkan Suradi. Menurutnya, Arca Tothok Kerot di Desa Gayam
serta Petilasan Calonarang di Desa Sukorejo Kecataman Gurah sebagai bukti bahwa
kisah itu nyata. "Dari hasil penelitian, peninggalan kerajaan itu erat kaitanya
dengan zaman pemerintahan Raja Erlangga atau saat terjadinya kisah Calonarang
itu," jelasnya.

Diceritakan Suradi, kisah Calonarang itu terjadi di Desa Girah yang kini sudah
menjadi Desa Gurah. Di sisi timur kerajaan Kediri, hidup seorang rondo (janda)
setengah baya, dukun penguasa ilmu hitam dan penganut aliran Durga yang sangat
sakti dan jahat. Wanita itu pun oleh masyarakat di sana dijuluki Rondo Naten
Girah (janda yang tingal di Girah). Karena sangat jahat, ada yang menamainya
Calonarang. "Calonarang ini juga sebagai guru dari padepokan ilmu hitam
miliknya dan memiliki puluhan murid yang semuanya perempuan," jelas Suradi.

Di antara puluhan muridnya, itu ada empat murid yang paling senior dan ilmunya
sudah tinggi, yakni Nyi Larung, Nyi Lenda, Nyi Lendi, dan Nyi Sedaksa.
"Calonarang juga memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Diah
Ratnamangali," ujarnya.

Putri Calonarang inilah yang menjadi pemicu permusuhan Raja Erlangga dengan
Calonarang. Pasalnya, kendati cantik, namun tak satu pun pemuda Desa Girah
berani mendekati Ratnamangali karena diisukan ikut menguasai ilmu hitam atau di
Bali disebut leak. "Bahkan dari hasil penyelidikan kita, isu bahwa Ratnamangali
menguasai ilmu hitam seperti ibunya, semakin tersebar luas," ujarnya.

Mengetahui kalau putrinya dipergunjingkan menguasai ilmu hitam, Calonarang yang
khawatir putrinya akan menjadi perawan tua, merasa sangat terhina. Dia pun naik
pitam dan bertekad membalas dendam kepada masyarakat. Setelah mendapat waktu
tepat, Calonarang kemudian memuja Batari Durga dan meminta agar diizinkan
menyebarkan penyakit untuk membunuh masyarakat sebanyak banyaknya. Oleh Batari
Durga permintaan itu dikabulkan dengan syarat wabah penyakit yang disebarkan
itu tidak sampai ke kota kerajaan.

Setelah keinginannya direstui, Calonarang lalu meminta Nyi Larung agar
mengumpulkan semua murid-muridnya untuk diberikan tambahan ilmu hitam sebelum
ditugaskan menyebarkan penyakit ke masyarakat. "Setelah semua muridnya
diberikan tambahan ilmu, mereka kemudian berangkat dengan sasaran wilayah
pinggiran kerajaan Kediri untuk menyebarkan wabah penyakit," jelasnya.

Lanjut Suradi, tidak lama setelah puluhan murid Calonarang menyebarkan
penyakit, korban mulai berjatuhan. Masyarakat Desa Girah dan sekitarnya dilanda
wabah dan warga yang mati sambung menyambung. Kejadian itu membuat warga
ketakutan dan memilih mengungsi. "Raja Erlangga yang mendapat laporan dari
perangkat desa bahwa warganya menjadi korban ilmu hitam Calonarang, menjadi
murka," ucapnya.

Raja lalu mengutus prajurit-prajurit terbaiknya untuk menumpas Calonarang dan
murid-muridnya. Namun, upaya itu gagal karena kesaktian Calonarang jauh lebih
tinggi sehingga semua prajurit termasuk Ki Patih Madri yang memimpin pasukan
itu tewas. Kekalahan pasukan Kediri itu semakin membuat Erlangga marah.

Kemudian raja memanggil penasehatnya. Oleh para penasehatnya raja kemudian
diminta agar mengutus Empu Baradah yang tinggal di Desa Lemah Tulis karena
hanya dialah yang bisa menghentikan kekejaman Calonarang. Empu Baradah
menyanggupi permintaan raja. Karena Calonarang sangat sakti, maka untuk
menumpasnya selain menggunakan kesaktian, juga harus pakai taktik. "Empu
Baradah kemudian meminta putranya Empu Bahula agar memperistri Ratnamangali
dengan tujuan agar bisa mencuri kitab yang menjadi rahasia kesaktian
Calonarang.

"Taktik Empu Baradah sukses dan kitab rahasia Calonarang berhasil dicuri
sehingga kelemahan ilmu Calonarang bisa diketahui," jelasnya. Kemudian Empu
Baradah mendatangi padepokan Calonarang untuk meminta pertanggungjawaban atas
perbuatan kejinya. "Setelah semua kesalahan Calonarang dibeberkan, lalu Empu
Baradah bertarung dengan Calonarang dan dimenangkan Empu Baradah," ungkapnya.

Kisah Calonarang di Kediri tak jauh beda dengan cerita yang berkembang di Bali.
Hanya nama tempat kejadiannya yang sudah mengalami sedikit perubahan. Seperti
Daha yang kini menjadi Doho, Girah berubah Gurah dan Jenggala berubah Jenggolo.
(*)

0 komentar: